Tumpangsari Tanaman Perkebunan Dengan Padi Gogo
Padi Gogo di Antara Tanaman Keras
Artikel – Secara tradisional, petani menanam padi gogo secara tumpangsari, baik dengan tanaman semusim (intercropping) maupun dengan tanaman keras (interculture). Pola tanam tumpangsari tanaman semusim walaupun mengakibatkan produksi padi gogo tidak maksimal, namun memiliki keuntungan lain berupa hasil dari tanaman selain padi dan secara keseluruhan akan lebih menguntungkan dan lebih menjamin stabilitas hasil usahatani yang diperoleh.
Berbeda dengan tumpangsari sesama tanaman semusim, tumpangsari dengan tanaman keras hanya dilakukan pada saat fase pertumbuhan awal tanaman keras yaitu pada saat tanaman pokok belum menghasilkan atau sampai batas naungan maksimum mencapai 50 %.
Pertanaman padi gogo sebagai tanaman tumpangsari perkebunan karet muda dapat diusahakan sampai tahun ke tiga. Sedangkan untuk perkebunan kelapa sawit sampai tahun ke empat. Bila siklus peremajaan tanaman perkebunan karet dan kelapa sawit dilakukan setiap 25 tahun sekali, maka potensi pengusahaan padi gogo sebagai tanaman tumpangsari di kedua jenis perkebunan tersebut dapat mencapai luasan 12 % (Tabel 3).
Pada pertanaman kelapa dalam, padi gogo sebagai tanaman tumpangsari dapat diusahakan sampai tahun ke tiga, dan setelah kelapa berumur lebih dari 25 tahun baru dapat diusahakan lagi penanaman padi gogo karena mahkota tanaman kelapa sudah mengecil, sehingga penetrasi cahaya yang masuk kepermukaan tanah lebih dari 75 %.
Hasil padi gogo sebagai tanaman tumpangsari dengan tanaman perkebunan karet muda di Provinsi Bengkulu dan Kalimantan Selatan masing-masing mencapai 3,86 dan 3,36 t/ha GKP. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan di Kebun Cikumpay PTP VIII Jawa Barat, hasil panen varietas Jatiluhur mencapai 4,14 dan varietas Cirata mencapai 3,66 t/ha GKG.
Tanaman tumpangsari padi gogo dapat membantu meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar perkebunan/hutan, karena petani mendapat hasil padi sebelum tanaman pokok menghasilkan. Bila setelah panen padi gogo diikuti oleh tanaman palawija yang lebih tahan kering, maka produktivitas lahan lebih meningkat dan pendapatan petani juga meningkat.
Pola tanam yang dianjurkan adalah padi gogo diikuti kacang tanah atau kedelai atau kacang hijau dan selanjutnya bila masih ada hujan dapat diiikuti oleh penanaman kacang tunggak atau kacang uci.
Penerapan pola tanam berbasis padi gogo yang intensif seperti tersebut, dapat berfungsi sebagai tindakan konservasi tanah secara vegetatif. Kontak langsung air hujan secara fisik dengan permukaan tanah akan berkurang karena tertahan oleh daun dan ranting tanaman. Selanjutnya penyerapan air secara perkolasi melalui akar tanaman akan meningkat, sehingga aliran permukaan berkurang dan erosi tanah dapat diminimalkan.
(sumber ; balitbangtan RI)