Metode Top Working Mampu Memperbaiki Kualitas Apokat
Metode Memperbaiki Kualitas Apokat
Artikel – Tanaman apokat (Persea americana Mill) merupakan tanaman introduksi yang telah berkembang dan tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Tanaman ini tidak memerlukan iklim yang ekstrim, sehingga hampir seluruh kondisi iklim di Indonesia relatif sesuai untuk pertumbuhan tanaman apokat. Namun, produksi apokat masih mendominasi di Jawa dibandingkan daerah lain di Indonesia.
Di pasar dunia buah apokat merupakan komoditas penting. Volume perdagangannya menduduki urutan kelima setelah jeruk, pisang, nenas dan mangga. Di Indonesia buah ini belum mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Padahal, jika dilihat potensi produksinya, buah apokat Indonesia tergolong paling tinggi di Asia yaitu hampir dua kali lipat produksi apokat Israel yang merupakan negara pemasok utama buah apokat untuk pasar Eropa. Provinsi Jawa Timur merupakan daerah sentra pertanaman apokat terbesar di Indonesia setelah Jawa Barat. Sentra-sentra produksi lain adalah sebagian Sumatera, Sulawesi dan Nusa Tenggara.
Lebih dari 97% tanaman apokat rakyat berasal dari biji sehingga baik keragaan pohon, produksi maupun mutu buahnya sangat beragam. Kondisi tersebut menyulitkan dalam meraih peluang pasar, baik dalam maupun luar negeri, karena untuk dapat bersaing diperlukan buah apokat yang berpenampilan menarik dengan ukuran yang relatif seragam, kualitas buah terjamin serta kepastian suplai yang berkesinambungan.
Untuk dapat menghasilkan buah yang berkualitas maka pengembangan tanaman apokat baru sebaiknya dilakukan dengan menanam bibit klonal bukan dari biji, sedangkan perbaikan pada tanaman yang sudah ada menggunakan teknologi top working.
Prinsip utama dari perbanyakan secara top working sebenarnya sama dengan penyambungan pada bibit muda yang biasa dilakukan yaitu memadukan antara batang bawah dengan batang atas, hanya hal yang membedakan adalah pada kondisi batang bawahnya. Pada top working, batang bawah umumnya sudah berwujud pohon yang besar dengan diameter batang antara 2,5-30 cm, sedangkan pada penyambungan bibit muda, diameter batang yang digunakan antara 0,5-1,0 cm.
Metode top working dapat dilakukan secara sambung kulit (bark grafting) dan sambung celah (cleft grafting). Hasil penelitian menunjukkan bahwa cara sambung kulit memberikan persen sambungan lebih tinggi dibanding cara sambung celah. Cara sambung kulit digunakan untuk pohon yang kulit batangnya mudah dikelupas, sedangkan cara sambung celah digunakan untuk pohon yang terlalu tua dan kulit batangnya susah dikelupas.
Apabila kedua cara tersebut sukar dilakukan dan memberikan jumlah keberhasilan yang rendah bahkan sampai menimbulkan kematian pada sambungan, maka sebagai alternatif terakhir digunakan teknik penyambungan tunas yang muncul akibat dipotongnya pohon apokat. Untuk menunggu keluarnya tunas diperlukan waktu antara 2-3 bulan.
Teknik top working mempunyai keuntungan antara lain mampu mengganti varietas suatu tanaman dengan varietas lain yang dikehendaki tanpa harus membongkar/mematikan tanaman, serta mempercepat pertumbuhan tanaman dan mempersingkat masa juvenil tanaman, tanaman akan berproduksi antara 2-3 tahun setelah top working.
Pemilihan varietas unggul sebagai batang atas atau entris sangat diperlukan dalam usaha menghasilkan buah apokat berkualitas. Di Indonesia, pemerintah telah mengintroduksi beberapa tanaman apokat dari negara asalnya. Saat ini terdapat 15 varietas apokat yang berada di kebun koleksi Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika. Dari varietas-varietas tersebut kemudian telah berkembang menjadi varietas lokal yang baik yaitu Hijau Panjang, Hijau Bundar, Merah Panjang dan Merah Bundar. Varietas Hijau Panjang, Hijau Bundar dan Fuertindo telah ditetapkan pemerintah sebagai buah unggul nasional.
(sumber : balitbang.pertanian – Kementan RI)