Teknik Pengapuran Lahan Kering dan Masam Untuk Budidaya Kedelai

Teknik Pengapuraan Lahan Budidaya Kedelai

Pengapuran lahan pertanian

Pengolahan Tanah – Tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merill) merupakan salah satu jenis tanaman polong-polongan yang dapat tumbuh didataran rendah hingga dataran tinggi. Tanaman kedelai dapat tumbuh di semua jenis tanah, namun demikian, untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan produktivitas yang optimal, kedelai harus ditanam pada jenis tanah berstruktur lempung berpasir atau liat berpasir. Hal ini tidak hanya terkait dengan ketersediaan air untuk mendukung pertumbuhan, tetapi juga terkait dengan faktor lingkungan tumbuh yang lain. Faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan pertanaman kedelai yaitu kedalaman olah tanah yang merupakan pendukung pertumbuhan akar. Artinya, semakin dalam olah tanahnya maka akan tersedia ruang untuk pertumbuhan akar yang lebih bebas sehingga akar tunggang yang terbentuk semakin kokoh dan dalam.

Upaya program pengembangan kedelai bisa dilakukan dengan penanaman di lahan kering masam dengan pH tanah 4,5 – 5,5 yang sebenarnya termasuk kondisi lahan kategori kurang sesuai. Sedangkan pH tanah yang cocok untuk tanaman kedelai adalah 6,0 – 6,5. Jika pH tanah dibawah 6.0 tentunya tanaman kedelai akan tumbuh kerdil dan tidak optimal. Untuk mengatasi berbagai kendala, khususnya kekurangan unsur hara  dan rendahnya pH di tanah tersebut tentunya diperlukan perlakuan khusus yaitu pengapuran. Kapur pertanian yang digunakan adalah kapur dolomit atau kalsit. Pengapuran adalah pemberian kapur pertanian pada tanah masam supaya tanah tersebut cocok untuk ditanami tanaman tertentu. Tujuan pengapuran lahan antara lain sebagai berikut ;

a).    Meningkatkan pH tanah pada taraf yang dikehendali sesuai dengan jenis tanaman yang akan dibudidayakan,
b).    Menurunkan kandungan hara yang dapat meracuni tanaman, terutama Al (aluminium) yang ada dalam tanah,
c).    Meningkatkan kandungan hara Ca atau Ca dan Mg.

Kandungan Al dalam larutan tanah akan sangat bergantung pada tingkat kejenuhan Al- dapat ditukar (Al-dd) pada konteks pertukaran tanah. Al-dd pada umumnya sudah sangat rendah atau tidak terbaca apabila pH tanah ( pH-H2O ) lebih besar dari 5,30.

Namun untuk mencapai tujuan point a dan b tersebut di atas, pengapuran tidak perlu memberikan bahan kapur hingga kandungan Al-dd nol, melainkan sampai pada taraf kandungan Al yang dapat ditoleransi tanaman kedelai, yakni pada tingkat kejenuhan Al-dd sekitar 20%. Pada taraf kejenuhan Al-dd 20%, hasil kedelai dapat mencapai sekitar 90% dari hasil optimalnya. Selain penentuan jumlah kapur, hal lain yang perlu diperhatikan dalam pengapuran lahan masam adalah jenis dan ukuran butiran/partikel bahan kapur dan cara aplikasinya.

1. Bahan Kapur

Bahan kapur dapat berupa:

(a) batu kapur kalsit atau CaCO3,
(b) batu kapur dolomit atau CaMg(CO3)2,
(c) kapur bakar, yaitu batu kapur kalsit atau dolomit yang dibakar atau biasa disebut batu gamping, dan
(d) kapur terhidratasi, yakni batu gamping yang telah diberi atau bereaksi dengan air.

Dari segi harga dan kemudahan aplikasi, batu kapur kalsit atau dolomit mempunyai kelebihan dibandingkan dengan 2 (dua) bahan kapur lainnya, sebab harga akan lebih murah dan praktis aplikasinya. Apabila tersedia, disarankan menggunakan batu kapur dolomit, sebab disamping menambah unsur Ca juga unsur Mg, dua unsur hara tersebut umumnya tersedia dalam jumlah yang sedikit  pada lahan masam. Batu kapur dolomit mempunyai kemampuan menetralkan pH tanah lebih besar daripada batu kapur kalsit, yakni 1,09 kali batu kapur kalsit, sehingga jumlah bahan kapur yang diperlukan akan lebih sedikit apabila menggunakan batu kapur dolomit.

2. Jumlah bahan kapur

Sesuai dengan toleransi tanaman kedelai terhadap kandungan Al-dd yakni pada taraf 20%, maka jumlah bahan kapur yang diperlukan ditetapkan dengan formula seperti berikut:

BK = ((kejenuhan Al-dd – 0,20) x KTK-efektif) x Y

dimana :

BK = jumlah bahan kapur yang diperlukan dalam ton per hektar;

Al-dd = tingkat kejenuhan Al-dd dalam persen, contoh 40% ditulis 0,40; sehingga 0,20 adalah 20% (ditulis 0,20), yakni tingkat toleransi tanaman kedelai terhadap kejenuhan Al-dd;

KTK efektif = nilai KTK ( Kapasitas Tukar Kation ) pada nilai pH tanah asli, yang diperoleh dengan cara menjumlahkan kation basa (Ca, Mg,K, Na),H, dan Al yang terjerap pada kompleks pertukaran tanah, atau yang dapat ditukar;

Y = nilai sebesar 1,65 jika menggunakan batu kapur kalsit dan 1,51 jika menggunakan dolomit.

Sehingga jika tanah masam mempunyai kejenuhan Al-dd 40%, KTK-efektif 7,0 me/100 g tanah, dan bahan kapurnya dolomit, maka jumlah dolomit yang dibutuhkan adalah sebesar: ((0,40 – 0,20) x 7,0 x 1,51 ton per hektar atau sama dengan 2,11 ton dolomit per hektar.

3. Ukuran butiran batu kapur

Ukuran batu kapur akan menentukan kecepatan reaksi antara bahan kapur dengan tanah. Makin halus ukuran butiran batu kapur akan semakin cepat reaksinya dengan tanah. Ukuran butiran batu kapur disarankan antar 80 – 100 mesh, dengan ukuran ini 2 (dua) sampai 3 (tiga) minggu dari aplikasi, batu kapur sudah cukup bereaksi dengan tanah.

4. Waktu dan cara aplikasi bahan kapur

Dengan ukuran kehalusan batu kapur 80 – 100 mesh, batu kapur hendaknya diaplikasikan 2 – 3 (dua sampai tiga) minggu sebelum pertanaman kedelai. Batu kapur diaplikasi secara disebar/ditabur dan diaduk merata dengan tanah lapisan atas, dilakukan bersamaan saat  pengolahan tanah.

Demikian “Teknik Pengapuran Pada Lahan Kering Masam” Semoga bermanfaat…
sumber : Balitkabi Malang
Salam mitalom !!!